Role Model dan komunikasi orang tua dalam toilet training balita.

Artikel ini pernah saya kirimkan di media cetak yang berkonsentrasi pada pengasuhan anak 1 bulan yang lalu. Sayang pemanfaatan ide tulisan saya Ini tidak mencantumkann nama saya. Ide pokok dalam tulisan saya dimodifikasi dalam beberapa kali terbit.
Komplain saya sama sekali tidak ditanggapi. Baiklah, saya share di blog. semoga menjadi ladang amal untuk saya. Aamin.
Selamat membaca

 
Toilettraining sebenarnya dapat dilatih dengan baik dan menyenangkan ketika anak sudah siap. Hal penting untuk dipertimbangkan adalah kesiapan setiap anak tidaklah sama, jadi ayah bunda tidak perlu berkecil hati ketika buah hati belum bisa diajak bekerjasama untuk melakukan toileting. Sementara anak lain seusianya mungkin sudah pandai menggunakan closet sendiri ataupun dengan bantuan. Secara fisiologis perkembangan anak, toilettraining dapat dilakukan pada anak mulai usia 18 bulan sampai 2 tahun, ketika anak sudah mahir berjalan, berlari dan berjongkok sendiri. Tidak kalah penting lagi, pada rentang usia tersebut otot-otot sekitar area perkemihan dan sfingterani (otot anus) mulai kuat. Sehingga anak bisa diajarkan untuk menahan sejenak keinginan buang air sampai tiba di toilet. 
 
Secara psikologis, anak cenderung berkonsentrasi pada diri sendiri, memiliki keinginan kuat untuk bereksplorasi sesuai kemauannya dan cenderung posesif terhadap barang-barang yang diklaim menjadi miliknya termasuk popok dan celana. Perkembangan tersebut merupakan anugerah dalam proses toilet training yang harus ayah bunda manfaatkan dengan baik. Sebaliknya, jika proses toilet training melawan arus tumbuh kembang anak, bisa dipastikan usaha ayah bunda tidak akan berakhir dengan menyenangkan.
 
Prinsip utama dalam mengajarkan balita pada kebiasaan baru adalah role model atau panutan dari orang tua dan komunikasi. Contoh dari orang tua akan melekat erat dengan mendengar dan melihat. Gunakan bahasa sederhana dalam mewakili aktifitas BAK (buang air kecil) menjadi pipis dan BAB (buang air besar) menjadi pup atau istilah familiar lain dalam keluarga. Hal ini hanya untuk memfasilitasi kesederhanaan kata yang masih dimiliki anak. Karena anak usia 18-24 bulan baru memiliki kemampuan menggabungkan 2 kata sederhana, namun akan mengalami peningkatan yang tajam dalam kemampuan berbicaranya. Seiring dengan proses toilet training, kemampuan berkomunikasinya juga akan meningkat drastis. Penggantian istilah bahasa dalam toileting  bisa ayah bunda lakukan kemudian. 

Full diapers to training pants

Ketergantungan anak akan popok harus segera dikurangi dengan membatasi penggunaannya. Popok digunakan saat tidur atau bepergian saja. Sementara di waktu yang lain, popok digantikan dengan celana biasa atau bertahap menggunakan training pants. Training pants fungsinya hampir sama seperti diapers namun dengan insert cotton yang lebih tipis. Sehingga hanya bisa menampung 1-2 kali pipis. Setelahnya anak akan merasa basah karena celananya penuh dengan urin. Penggunaan celana pendek ‘kacamata’ cukup membantu ayah bunda dalam kerapian melatih buang air besar. Modelnya yang seakan ‘mengunci’ pada bagian paha membuat feses terkumpul di dalam celana dan tidak tumpah keluar, tetapi harus segera dibersihkan.


Ayah bunda dapat menjelaskan padanya bahwa sekarang dia sudah besar, pipis atau urin adalah cairan yang kotor. Pada tahap ini ajarkan pada anak untuk memanggil anda ketika pipisnya sudah keluar atau berkeinginan untuk buang air, misalnya “Wah adik sudah pipis lagi, lantainya jadi basah. Nanti kalau mau pipis panggil bunda ya nak.”


Anak dengan sendirinya akan mengamati cairan yang keluar dari celana dan merasakan gatal akibat pipisnya.  Kembali komunikasikan hal ini tanpa marah, ketika anak mungkin menolak dilepas celana miliknya. Bujuklah dengan lembut, “Gatal ya nak kalau kena air pipis? Karena air pipis kotor, jadi adik gatal. Dilepas yuk celananya. Lain kali adik panggil bunda ya kalau mau pipis. Nanti kita pipis di toilet,” lakukan hal tersebut sambil mengelap dan membersihkan urinnya sebagai gambaran membersihkan air yang kotor. Kelak anak akan meniru cara membersihkan air dari lantai dengan mengamati yang anda kerjakan.


Meskipun pada awalnya anak belum memahami instruksi yang kita berikan, ayah bunda jangan bosan untuk mengulangnya. Pengulangan ini akan tersimpan dalam ingatannya dan semakin lama instruksi tersebut akan dikerjakan oleh anak. Sediakan lap khusus dan tempatkan di area yang mudah dijangkau untuk memudahkan anda, mengingat anak dengan toilet training akan meminta waktu khusus anda dalam perawatan kebersihan. Kemudahan dalam membersihkan kotoran si kecil akan membantu anda mengatur emosi.


Kenalkan fungsi closet

Sebelum mengenalkan closet pada anak, kebersihan ruang toilet perlu diperhatikan. Selain mengurangi resiko gangguan kesehatan, ayah bunda juga dapat mengurangi resiko anak terpeleset karena lantai yang licin.
Anak akan suka diajak masuk ke toilet karena di ruangan tersebut ada sumber air kesukaan mereka. Pengenalan fungsi closet bisa dilakukan dengan memandikan anak di dekatnya sambil menjelaskan fungsi dari closet, “Adik, ini tempat untuk pipis dan pup, nanti adik kalau mau pipis atau pup boleh di sini.” Membantunya buang air di closet dengan memegangi atau mengangkat badannya sedemikian rupa seperti gambar ilustrasi di bawah ini.
Credit

Jangan marah jika anak menggedor kamar mandi untuk mengikuti anda masuk ke dalam toilet, karena anak dalam ‘fase khawatir’ akan perpisahan dengan orang terdekatnya. Biarkan pintu toilet tertutup tapi tidak terkunci, supaya anak belajar tentang kebisaan menutup pintu saat berada di toilet. Dia akan masuk dan mengamati apa yang orang tuanya lakukan di dalam toilet. Fase ini sangat penting dan bermanfaat dalam proses toilet training. Anak dapat melakukan eksplorasi, identifikasi sesuai usianya dan melakukan imitasi (meniru) setiap detil perilaku orang terdekatnya.

Jadikan moment ini sebagai pembelajaran untuk anak dalam toilet training yang sedang dia jalani dan bukan sebagai sesuatu yang tabu. Pada masanya kelak, proses ini dapat ayah bunda lanjutkan untuk memberikan sex edukasi padanya.


Gunakan alat bantu

Potty seat atau pispot anak merupakan alternative lain untuk mengenalkan anak pada toilet. Potty seat melatih anak untuk duduk di closet dengan benar dan melatih keberaniannya duduk atau berjongkok pada suatu benda yang memiliki lubang tanpa takut terjatuh. Semakin akrab seorang anak dengan potty seat, ketakutan pada real closet dapat kurangi.

 Anak yang takut untuk masuk ke ruang toilet bisa menggunakan potty seat sebagai pengganti. Jadi tidak ada halangan untuk mulai mengajarkan toilet training pada anak. Potty seat tersedia untuk closet duduk dan closet jongkok. Variasinya cukup beragam, ada pula yang berbentuk seperti closet duduk sungguhan namun lebih kecil dengan karakter yang disukai anak.


Tawarkan pada anak

Jadwal toileting perlu dibuat untuk mendisiplinkan anak buang air. Setiap bangun tidur dan sebelum tidur. Ayah bunda juga perlu untuk menawarkan pada anak setiap saat. Apakah anak ingin buang air kecil atau buang air besar.

Segera ajak anak ke toilet atau berikan pispot padanya jika anak menunjukkan tanda ingin BAK dan BAB. Berikan informasi pada anak ketika ayah bunda hendak pergi ke toilet, seperti “Ayah mau ke belakang dulu ya nak, ayah mau pup di toilet”. Kalimat afirmasi seperti ini akan tertanam dalam pikiran anak, bahwa ayah kalau mau pup pergi ke toilet. Konsep tersebut akan dipahami anak secara berangsur-angsur sampai dia memiliki kemauan sendiri untuk mendatangi toilet setiap kali ingin buang air.


Berikan reward

Anak akan suka sekali jika diberikan pujian atau benda kesukaan. Namun memberikan benda kesukaan seringkali menjadi simalakama untuk orang tua. Pujian, bersorak ‘hore’, ciuman, pelukkan dan tepukan tangan terbukti meningkatkan keceriaan anak atas keberhasilannya.

Reward adalah sebagai apresiasi atas usahanya sehingga kepercayaan anak bahwa dirinya mengalami peningkatan kecerdasan dan kemampuan mandiri. Setiap kali pemberian reward positif pada anak, akan terjalin ikatan kasih sayang baru yang semakin menguatkan hubungan ayah bunda dan anak. Jadi jangan sungkan memberikan reward penuh cinta pada si kecil.


Pandang mata anak saat berbicara

Keberhasilan dalam pendidikan anak adalah efektifnya sebuah komunikasi. Anak dengan keaktifan dan ketertarikkannya pada semua hal seringkali kurang memperhatikan ucapan ayah bunda dan membuat  kesabaran menurun.

Berbicaralah dengan jarak dekat dengan anak, jika perlu palingkan wajahnya menghadap kita supaya dia mendengar dan konsentrasi pada apa yang kita bicarakan. Walaupun anak belum bisa diajak untuk konsisten dengan negosiasi yang kita berikan, anak sudah belajar cara berkomunikasi dan menjawab yang baik dengan ayah bunda termasuk dalam pelajaran toilet training. Misalnya, “Adik, ayah mau ke teras dulu, nanti kalau adik mau pipis panggil ayah ya!”. Anak akan menjawab, “ Ya.. ya..” atau mengangguk, meski ketika pipis dia tidak memanggil ayahnya. Ayah bunda tidak perlu marah, kembali ulangi kalimat negosiasi dengan anak. Seiring berjalannya waktu anak akan mengingat negosiasi yang kita berikan dan melakukannya secara otomatis.


Kesabaran dan komunikasi perlu untuk tetap dipertahankan.Jangan mudah menyerah dalam proses toilet training. Setelah proses ini terlewati, latihan ketrampilan mandiri lainnya akan berjalan semakin menyenangkan karena telah terbangun komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak. Tetap semangat dan selamat membimbing anak dengan penuh cinta.


-Salam Syauqiya-

2 komentar:

  1. jadi ingat masa2 itu mba, hihihiii....drama banget deh. Anakku yg nomer 2 klo liat potty seat malah ga jadi pup, lebih milih pup di celana :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, anak saya sukanya nongkrong langsung di kloset.
      cuman kalo bepergian belum bisa lepas diapers
      anak-anak keunikannya beda-beda ya mbak :)

      Hapus

Terimakasih sudah berkunjung dan meninggalkan kenangan di kolom komentar blog. Insyaallah segera dibalas :)

Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup, it's not that hard to do dear...

Diberdayakan oleh Blogger.